Tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Tuberkulosis sedunia. Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2023), TBC masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. TBC menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah COVID-19 pada tahun 2022.
Tema peringatan HTBS tahun 2024 pada tingkat global adalah Yes! We Can End TB. Merujuk pada tema global tersebut, Kementerian Kesehatan menentukan untuk tema nasional peringatan HTBS tahun 2024 adalah GIAT: Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis.
Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis (GIAT) dengan sub tema sebagai berikut :
- Deteksi Dini dan Terapi Pencegahan TBC (TPT)
Deteksi dini sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi TBC segera mendapatkan pengobatan sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah. Deteksi dini dapat dilakukan dengan mengetahui gejala dan melakukan skrining TBC. Peran semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, komunitas dan masyarakat dalam pencegahan TBC juga sangat diperlukan.
Selain itu, peran keluarga penting dalam pencegahan penularan TBC karena keluarga memiliki peran besar dalam merawat anggota keluarga yang sakit TBC dan memastikan anggota keluarga yang sehat tidak tertular TBC. - Memulai Pengobatan Sampai Sembuh
TBC merupakan penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan. Namun, masih terdapat tantangan pasien TBC belum memulai pengobatan. Beberapa kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien tentang pentingnya pengobatan TBC, adanya stigma, kurangnya dukungan keluarga, kesulitan mengakses fasilitas kesehatan dan lainnya.
Pengobatan TBC perlu dilakukan dengan memperhatikan 3T: Tepat Waktu, Tepat Cara, dan Tepat Dosis. Pengobatan harus dilakukan pada jangka waktu yang sudah ditentukan oleh dokter hingga sembuh dengan cara dan dosis yang sesuai.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan, yaitu: 1) durasi pengobatan TBC yang cukup lama, 2) banyak dari pasien sudah merasa sembuh sehingga berhenti minum obat, 3) adanya gangguan/penyakit lain, 4) kurangnya pengetahuan pasien terkait resistansi TBC akibat putus berobat, 5) pasien malas berobat, 6) kurangnya dukungan dari keluarga, 7) tidak adanya upaya dari diri sendiri atau motivasi untuk rutin minum obat.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien TBC yaitu: 1) menjaga komitmen pengobatan, 2) adanya dukungan keluarga dalam bentuk dukungan emosional, waktu, dan finansial, 3) penggunaan alat bantu demi peningkatan kepatuhan berobat, 4) pendekatan ‘peer educator’ atau pendidik sebaya dalam memberikan motivasi dan edukasi dari pasien ke pasien, serta 5) kesadaran diri sendiri. Jika kita sadar akan kesehatan itu sangat berharga, maka keberhasilan dalam pengobatan TBC hingga sembuh akan tercapai. - Akhiri Stigma
Stigma menjadi salah satu penyebab keengganan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan TBC dan dapat memperburuk kondisi pasien. Karena adanya stigma, baik internal maupun eksternal, menjadi penghambat pemenuhan hak pasien dan penyintas TBC untuk mengakses layanan kesehatan. Selain itu, pasien bisa terlambat didiagnosis, menolak memulai pengobatan, tidak patuh berobat, atau putus pengobatan. Dengan begitu, stigma secara tidak langsung juga mengakibatkan penyebaran TBC yang lebih luas di masyarakat. Stigma juga menyebabkan orang yang mengalami TBC menarik diri dari lingkungan, ditolak dari pergaulan, mendapatkan diskriminasi di lingkungannya, sulit mendapatkan pekerjaan, bahkan kehilangan pekerjaannya.
Hal tersebut dapat berkontribusi terhadap munculnya permasalahan ekonomi dan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Semua hal ini, baik psikologis, ekonomi, dan kesehatan, saling berkaitan satu sama lain dan berdampak buruk jika tidak ditangani dengan tepat. Untuk itu, kita perlu berupaya untuk menghilangkan stigma pada pasien TBC dengan menyuarakan informasi yang benar dan mendukung pasien dengan sepenuh hati. - Gerakan Indonesia Akhiri TBC untuk Generasi Emas 2045
Anak dan kalangan remaja diharapkan menjadi generasi emas pada tahun 2045, sehingga perlu dipastikan bahwa mereka mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan ketahanan yang optimal sebagai dasar mencapai kemajuan.
TBC merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang sering terjadi pada anak. Anak sangat rentan terinfeksi TBC terutama yang kontak erat dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dan anak juga lebih berisiko terhadap TBC berat seperti TBC milier dan TBC meningitis. Pencegahan TBC adalah salah satu upaya penting untuk menjaga kesehatan anak dan generasi muda.
Peran keluarga sebagai pihak terdekat sangat penting dalam pencegahan penularan TBC pada anak. Selain itu, keluarga juga dapat menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) bagi pasien TBC anak dan pendamping anak dalam menjalani pengobatan.
Di sisi lain, satuan pendidikan sebagai salah satu tempat anak berkumpul dan berinteraksi memiliki peran penting dalam pencegahan penularan TBC. Pedoman Sekolah Peduli TBC dalam rangka gerakan bersama melawan TBC pada satuan pendidikan telah disusun oleh Kemenkes dan Kemendikbud. Pedoman ini merupakan panduan dan standar program bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan pola peduli pencegahan penularan TBC.